Saturday, February 6, 2010

Pintu tak berkunci

Waktu terasa lebih cepat berjalan. Tak tahu harus kemana lagi aku berlari dan menghindar dari segala kenyataan. Salahkah jika aku masih tidak mau membuka pintu itu? Salahkah jika aku meminta waktu untuk mengerti inginku? Aku naif, aku pengecut, tapi aku tidak munafik.

Kamu tahu, pintu ini mungkin sedikit terbuka untuk orang-orang baru. Tapi tahukah kamu, bahwa di dalam pintu itu terdapat pintu lain yang justru tak kutemukan kunci untuk membukanya. Tak tahu lagi kemana aku harus mencari, tak tahu apakah aku memang benar-benar harus mencarinya. Yang aku tahu, pintu itu dulu ditempati oleh separuh hati. Ya, hanya separuh dari hatinya. Hati yang tak pernah utuh diberikan padaku. Bahkan hingga kepergiannya.

Kini mungkin pintu yang terkunci akan ku biarkan saja seperti itu. Karena semakin kuat aku mencoba untuk membukanya, semakin tak sanggup untuk aku bertahan. Aku terlalu takut untuk memberontak, takut suatu hari aku tidak akan pernah mampu melakukannya lagi.

Kubiarkan pintu ini, tertutup.
Berharap suatu hari akan kutemukan kunci untuk membukanya, hingga tak perlu lagi aku mnyembuyikan ketakutan yang selama ini temani hariku.

No comments:

Post a Comment